Kamis, 02 Mei 2013

DETEKSI SONORITY PEAK UNTUK PENDERITA SPEECH DELAY MENGGUNAKAN SPEECH FILING SYSTEM

LATAR BELAKANG PENELITIAN
Analisis berbantuan perangkat lunak Speech Filing System (SFS) digunakan untuk mempermudah mendeteksi ciri perkembangan akusitik fonologi seperti silabel, morfem atau domain bunyi segmental dan bunyi suprasegmental. Bunyi segmental ini merupakan bunyi yang dapat disegmentasikan. Bunyi segmental dikenal memiliki pola urutan yang sama. Ciri akustik yang dapat dideteksi merupakan sejumlah kontur nada yang berbeda ketika individu melakukan tuturan. Pendeteksi suara dapat dilakukan dengan bantuan perangkat lunak sehingga mudah dideteksi secara tepat pengukuran frekuensi, luas gelombang, bentuk dan lamanya gelombang suara. Dengan cara ilmiah kita dapat menemukan jumlah suku kata dalam sesuatu kata. Penderita delayed speech sebagai objek penelitian diindikasikan mengalami gangguan bicara. Gangguan bicara tersebut dapat berakibat ke gangguan perkembangan yang akan menghambat fase kognitif perkembangan anak. Gangguan perkembangan artikulasi ditunjukkan dengan kegagalan pengucapan satu huruf sampai beberapa huruf, sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf tersebut sehingga menimbulkan kesan cara bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara.


TUJUAN PENELITIAN
         Penelitian gangguan bicara bertujuan untuk mengetahui karakteristik learning disabilities dalam proses perkembangan bahasa. Karakteristik akustik suara dapat diteliti melalui analisis artikulasi, frekuensi, pitch, intonasi, dll. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik suara anak penderita delayed speech berdasarkan spektrum suara, sehingga dapat ditentukan karakteristik dari suara anak tersebut. Proses produksi suara dikenal dengan istilah phonation (voiced dan unvoiced) dan artikulasi yaitu proses modulasi atau pengaturan bunyi suara menjadi bunyi yang spesifik. Sementara itu, pitch menunjukkan nada dasa manusia yang terbagi atas suara rendah, sedang, dan tinggi.

TARGET PENELITIAN
         Gangguan bicara pada usia prasekolah, diperkirakan 5% dari populasi normal dan 70% dari kasus tersebut ditangani oleh terapis (Weiss, 1987). Gangguan perkembangan artikulasi ditunjukkan dengan kegagalan pengucapan satu huruf sampai beberapa huruf, sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf tersebut sehingga menimbulkan kesan cara bicaranya seperti anak kecil. Menurut literatur, gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia prasekolah. Hampir sebanyak 20% dari anak berumur 2 tahun mempunyai gangguan keterlambatan bicara. Pada anak-anak usia 5 tahun, 19% diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa (6,4% keterlambatan berbicara, 4,6% keterlambatan bicara dan bahasa, dan 6% keterlambatan bahasa). Gagap terjadi 4-5% pada usia 3-5 tahun dan 1% pada usia remaja. Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua kali lebih banyak daripada wanita. Sekitar 3-6% anak usia sekolah memiliki gangguan bicara dan bahasa tanpa gejala neurologi, sedangkan pada usia prasekolah prevalensinya lebih tinggi yaitu sekitar 15% (DSM IV revision, 2011). Kriteria keterlambatan perkembangan berbahasa di data Departemen Rehabilitasi Medik RSCM tahun 2006, dari 1125 jumlah kunjungan pasien anak terdapat 10,13% anak terdiagnosis keterlambatan bicara dan bahasa.


METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengambil data dari audio dan visual secara personal dalam 2 tahap. Pertama, tahap fitur visual, yaitu prosodi dan spektral, dan visual fitur ( yaitu menganalisis produksi suara melalui mimik objek). Evaluasi awal pada penderita delayed speech dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang kemampuan anak dalam pengucapan bunyi bahasa (artikulasi, pitch, dan syllable tier atau silabel). Observasi awal, suara anak di tes mengunakan repertone of sounds. Data anak direkam menggunakan alat perekam khusus dan hasil rekaman dianalisis menggunakan perangkat lunak Speech Filing System. Data mentah ditranskripsi dan disegmentasikan sehingga ditemukan data hasil berupa gambar spektrum suara dan silabel. Sampel suara diambil dengan merekam suara dengan spesifikasi pengaturan frekuensi sampling dan jumlah bit yang disesuaikan kemudian diubah menjadi data digital yang telah disimpan dalam bentuk file wav. Data kuantitatif diperoleh melalui hasil survei tabel perolehan bunyi suara pada stimulus yang telah diberikan. Stimulus yang diberikan berupa kata benda dan kata kerja dengan dua silabel (dua suku kata).

HASIL PENELITIAN
         Hasil penelitian diperoleh melalui (1) proses perekaman data, (2) proses editing, dan (3)segmentasi kata. Analisis data dilakukan dengan melakukan proses editing dan dilanjutkan dengan pengamatan waktu serta frekuensi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa perolehan pitch low durability dan sedikit berbeda antara dua kelompok usia. Hasil analisis kata benda (’ayam’, ’bola’) dan kata kerja ’buka’ menunjukkan perfoma yang berbeda tipis pada tataran usia. Kenyaringan menunjukkan bahwa anak yang berusia lebih tinggi kurang nyaring dalam mengucapkan kata yang diminta.

KESIMPULAN
         Anak delayed speech sering menemui kendala dalam memproduksi ujaran lisan (artikulasi, pitch, dan intonasi). Ditemukan indikasi adanya infleksi dan intonasi monoton pada subjek penelitian. Pola intonasi yang dibatasi oleh batas nada tinggi atau rendah menunjukkan nada yang relatif datar dan lemah. Pitch yang dihasilkan lemah, kontrol volume kurang dan kualitas vokal yang relatif lemah.