Analisis berbantuan perangkat lunak Speech Filing System (SFS) digunakan untuk mempermudah mendeteksi ciri perkembangan akusitik fonologi seperti silabel, morfem atau domain bunyi segmental dan bunyi suprasegmental. Bunyi segmental ini merupakan bunyi yang dapat disegmentasikan. Bunyi segmental dikenal memiliki pola urutan yang sama. Ciri akustik yang dapat dideteksi merupakan sejumlah kontur nada yang berbeda ketika individu melakukan tuturan. Pendeteksi suara dapat dilakukan dengan bantuan perangkat lunak sehingga mudah dideteksi secara tepat pengukuran frekuensi, luas gelombang, bentuk dan lamanya gelombang suara. Dengan cara ilmiah kita dapat menemukan jumlah suku kata dalam sesuatu kata. Penderita delayed speech sebagai objek penelitian diindikasikan mengalami gangguan bicara. Gangguan bicara tersebut dapat berakibat ke gangguan perkembangan yang akan menghambat fase kognitif perkembangan anak. Gangguan perkembangan artikulasi ditunjukkan dengan kegagalan pengucapan satu huruf sampai beberapa huruf, sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf tersebut sehingga menimbulkan kesan cara bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian gangguan
bicara bertujuan untuk mengetahui karakteristik
learning disabilities
dalam proses perkembangan bahasa.
Karakteristik akustik suara dapat
diteliti melalui analisis artikulasi, frekuensi,
pitch, intonasi, dll. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis karakteristik suara anak penderita
delayed speech berdasarkan spektrum suara, sehingga
dapat ditentukan karakteristik dari suara anak
tersebut. Proses produksi suara
dikenal dengan istilah phonation
(voiced dan
unvoiced) dan artikulasi yaitu proses
modulasi atau pengaturan bunyi suara
menjadi bunyi yang spesifik.
Sementara itu, pitch menunjukkan
nada dasa
manusia yang terbagi atas suara
rendah, sedang, dan tinggi.
TARGET PENELITIAN
Gangguan bicara pada usia
prasekolah, diperkirakan 5% dari populasi normal dan 70% dari
kasus tersebut ditangani oleh terapis
(Weiss, 1987). Gangguan perkembangan
artikulasi ditunjukkan dengan kegagalan pengucapan
satu huruf sampai beberapa huruf, sering
terjadi penghilangan atau penggantian
bunyi huruf tersebut sehingga menimbulkan
kesan cara bicaranya seperti anak kecil. Menurut
literatur, gangguan bicara dan bahasa
dialami oleh 8% anak usia prasekolah.
Hampir sebanyak 20% dari anak berumur
2 tahun mempunyai gangguan keterlambatan
bicara. Pada anak-anak usia 5 tahun, 19%
diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa (6,4% keterlambatan berbicara,
4,6% keterlambatan bicara dan bahasa, dan 6%
keterlambatan bahasa). Gagap terjadi 4-5% pada usia 3-5 tahun dan 1% pada usia
remaja. Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua
kali lebih banyak daripada wanita. Sekitar 3-6% anak
usia sekolah memiliki gangguan bicara dan bahasa tanpa gejala neurologi,
sedangkan pada usia prasekolah prevalensinya lebih tinggi yaitu sekitar 15%
(DSM IV revision, 2011). Kriteria keterlambatan perkembangan berbahasa di
data Departemen Rehabilitasi Medik RSCM tahun 2006, dari 1125 jumlah
kunjungan pasien anak terdapat 10,13% anak terdiagnosis
keterlambatan bicara dan bahasa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengambil data dari audio
dan visual secara personal dalam 2 tahap. Pertama, tahap fitur visual, yaitu prosodi dan spektral,
dan visual fitur ( yaitu menganalisis produksi suara melalui mimik objek).
Evaluasi awal pada penderita delayed speech dilakukan untuk mendapatkan
gambaran tentang kemampuan anak dalam pengucapan bunyi bahasa (artikulasi,
pitch, dan syllable tier atau silabel).
Observasi awal, suara anak di tes mengunakan
repertone of sounds. Data anak direkam menggunakan alat perekam khusus dan hasil
rekaman dianalisis menggunakan perangkat lunak Speech Filing System.
Data mentah ditranskripsi dan disegmentasikan sehingga ditemukan data hasil berupa
gambar spektrum suara dan silabel. Sampel suara diambil dengan
merekam suara dengan spesifikasi pengaturan frekuensi
sampling dan jumlah bit yang disesuaikan kemudian diubah menjadi
data digital yang telah disimpan dalam
bentuk file wav. Data kuantitatif diperoleh
melalui hasil survei tabel perolehan bunyi suara pada stimulus yang telah
diberikan. Stimulus yang diberikan berupa kata
benda dan kata kerja dengan dua silabel
(dua suku kata).
HASIL PENELITIAN
Hasil
penelitian diperoleh melalui (1) proses perekaman data, (2) proses editing, dan
(3)segmentasi kata. Analisis data dilakukan dengan
melakukan proses editing dan dilanjutkan dengan
pengamatan waktu serta frekuensi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
perolehan pitch low durability dan sedikit berbeda antara dua kelompok
usia. Hasil analisis kata benda (’ayam’, ’bola’) dan kata kerja ’buka’
menunjukkan perfoma yang berbeda tipis pada tataran usia. Kenyaringan
menunjukkan bahwa anak yang berusia lebih tinggi kurang nyaring dalam
mengucapkan kata yang diminta.
KESIMPULAN
Anak delayed
speech sering menemui kendala dalam
memproduksi ujaran lisan (artikulasi, pitch, dan intonasi).
Ditemukan indikasi adanya infleksi dan intonasi
monoton pada subjek penelitian. Pola intonasi yang dibatasi oleh batas
nada tinggi atau rendah menunjukkan nada yang
relatif datar dan lemah. Pitch yang dihasilkan lemah, kontrol volume
kurang dan kualitas vokal yang relatif lemah.